Masa Pembukuan Hadits
1.
Latar Belakang Pembukuan Hadits
Agama Islam sudah tersebar luas di luar
Jazirah Arab dan tidak sedikit jumlah para Sahabat yang sudah meninggal dunia,
maka dirasa perlu untuk mengabadikan Hadits dalam bentuk tulisan dan
dibukukan.Pada masa khalifah Bani Umayyah yang bernama ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz
(99-101 H) merasa tergerak hatinya untuk menulis dan membukukan Hadits.
Perintah itu dikeluarkan setelah bermusyawarah dan memperoleh dukungan dari
para ulama. Adapun yang menjadi alasan dibukukannya Hadits, yaitu:
a. Pada akhir tahun 1 H banyak para penghafal Hadits
yang meninggal dunia, jika tidak dilakukan pengumpulan dan pembukuan secepatnya
dikhawatirkan Hadits berangsur-angsur akan hilang.
b. Semangat menghafal Hadits semakin menurun
c. Sudah tidak ada kekhawatiran bercampurnya
al-Qur’an dan Hadits
d. Hadits sebagai sumber hukum dan ilmu
pengetahuan
e. Banyaknya Hadits yang dikaburkan dan
dipalsukan untuk kepentingan golongan atau kelompok.[1]
2.
Pertama Kali Hadits Dibukukan
Ada sebuah riwayat dari Shalih bin Kaisan mengatakan
bahwa orang yang pertama kali menaruh perhatian untuk membukukan Hadits adalah Muhammad
bin Muslim bin Ubaidillah bin Syihab al-Zuhri al-Madani (w. 124 H).
kemudian, dalam kitab al-Muwatha’ dan Sunan al-Darimi diriwayatkan bahwa
khalifah Umar bin Abdul Aziz menyeru kepada Abu Bakar bin Muhmmad bin Amr bin
Hazm (w. 117 H) seorang gubernur di Madinah untuk membukukan Hadits. Dan kemudian,
Abu Bakar bin Muhmmad bin Amr bin Hazm menyeru kepada Muhammad bin Syihab
al-Zuhri yang dinilai sebagai orang yang banyak mengetahui Hadits.
Kebijakan khalifah Umar bin Abdul Aziz dicatat
dalam sejarah Islam sebagai kodifikasi Hadits yang pertama secara resmi
(perintah penguasa yang sah), dan disebarluaskan keseluruh jajaran kekuasaannya
pada penghujung abad pertama Hijriyah. Selanjutnya, kodifikasi Hadits dilakukan
oleh pemimpin-pemimpin pada masa dinasti Abbasiyah.
3.
Pertama Kali Membukukan Hadits Shahih
Pada periode sebelumnya Hadits-Hadits belum
dipisahkan dari Hadits-Hadits yang mauquf dan maqthu dari Haditsmarfu’.
Begitu juga Hadits yang dha’if dari yang shahih. Seleksi Hadits
dilakukan terhadap nilai Hadits yakni membukukan Hadits yang dianggap shahih
saja.
Pada masa ini bangkit imam Hadits, Imam
huffadz, dan amirul mukminin fi al-Hadits, Abu Abdillah Muhammad bin
Isma’il bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah al Bukhari (Imam Bukhari).
Beliau mengumpulkan Hadits shahih dalam satu kitab al-jami’ al-Shahih yang
diseleksi dari ratusan Hadits yang beliau hafal.
Kemudian setelahnya, yaitu Imam Muslim yang
mengikuti jejak Imam Al Bukhari. Beliau menulis kitab al-jami’ al Shahih
dalam tempo 15 tahun. Para ulama sepakat bahwa keduanya adalah kitab paling
shahih setelah al-Qur’an, meskipun pada mulanya mendapat kritikan dari beberapa
ulama lain tentang beberapa Hadits dalam kitab tersebut. Namun, kritikan
tersebut mampu dijawab dan dipecahkan permasalahannya, salah satunya yang
dilakukan oleh Imam Al-Nawawi dalam karyanya Syarh Shahih Muslim dan Ibnu Hajar
dalam kitab Hadyu al-sari’ dan Fathu al-Bari.
Berakhirnya kegiatan perkembangan kitab-kitab
Hadits sekitar tahun 656 H bertepatan dengan jatuhnya kota Bahgdad. Dan
perkembangan hadits berpindah ke mesir, india dan arab Saudi pada masa
akhir-akhir ini. Para ulama lebih memfokuskan pada membuat syarah, membuat
kitab-kitab takhrij, mengumpulkan hadits-hadits hukum dan membuat kitab-kitab jami’
yang umum serta membahas hadits-hadits zawa’id hingga dewasa ini.
0 komentar :
Posting Komentar