Perkembangan Jiwa Keagamaan Pada Remaja
1.
Perkembangan
Rasa Agama
Dalam pembagian tahap perkembangan manusia, maka masa remaja
menduduki tahap progresif. Dalam pembagian yang agak terurai masa remaja
mencakup masa juvenlitas (adolescantium), pubertas dan nubilitas.
Perkembangan agama pada para remaja ditandai oleh beberapa factor
perkembangan rohani dan jasmaninya. Perkembangan itu antara lain menurut W.
Starbuck adalah:
a.
Pertumbuhan
pikiran dan mental
Ide dasar keyakinan beragama yang diterima remaja dari masa
kanak-kanaknya sudah tidak begitu menarik bagi mereka. Sifat kritis terhadap
agama mulai timbul.
b.
Perkembangan
perasaan
Berbagai perasaan telah berkembang pada masa remaja. Perasaan
social, etis dan estesis mendorong remaja untuk menghayati perikehidupan yang
terbiasa dalam lingkungannya. Didorong oleh perasaan ingin tahu dan perasaan
supel, remaja lebih mudah terperosok ke arah tindakan yang negative.
c.
Pertimbangan
social
Karena kehidupan duniawi lebih dipengaruhi kepentingan akan materi,
maka para remaja lebih cenderung jiwanya untuk bersikap materialistis. Hasil
penyidikan Ernest Harms terhadap 1789 remaja Amerika antara usia 18-29 tahun
menunjukkan bahwa 70% pemikiran remaja ditujukan bagi kepentingan: keuangan,
kesejahteraan, kebahagiaan, kehormatan diri dan masalah kesenangan pribadi
lainnya. Sedangkan masalah akherat dan keagamaan hanya sekitar 3,6%, masalah
social 5,8%.
d.
Perkembangan
moral
Perkembangan
moral para remaja bertitik tolak dari rasa berdosa dan usaha untuk mencari
proteksi. Tipe moral yang juga terlihat pada para remaja juga mencakup:
Adaptive, mengikuti
situasi lingkungan tanpa mengadakan kritik.
Self-direktive, takut
terhadap agama atau moral berdasarkan pertimbangan pribadi.
Sub missive, merasakan
adanya keraguan terhadap ajaran moral dan agama.
Unadjusted, belum meyakini
akan kebenaran terhadap ajaran agama dan moral.
Deviant, menolak dasar
dan hukum keagamaan serta tatanan moral masyarakat.
e.
Sikap
dan minat
Sikap dan minat remaja terhadap masalah keagamaan boleh dikatakan
sangat kecil dan hal ini tergantung dari mempengaruhi mereka (besar kecilnya
minat).
f.
Ibadah
Pandangan
para remaja terhadap ajaran agama; ibadah dan masalah doa sebagaimana yang
dikumpulkan oleh Ross dan Oscar Kupky menunjukkan:
1.
148
siswi dinyatakan bahwa 20 orang diantara mereka tidak pernah mempunyai
pengalaman keagamaan sedangkan sisanya (128) mempunyai pengalaman keagamaan
yang diantaranya secara alami (tidak melalui pengajaran resmi).
2.
31
orang diantara yang mendapat pengalaman keagamaan melalui proses alami itu mengungkapkan
adanya perhatian mereka terhadap keajaiban yang menakjubkan di balik keindahan
alam yang mereka nikmati.
Sikap
Keagamaan Pada Orang Dewasa
Charlotte Buchler melukiskan tiga
masa perkembangan; periode prapubertas, periode pubertas dan periode adolesen
dengan semboyan yang merupakan ungkapan batin mereka. Diperiode prapubertas
oleh Charlotte Buchler dengan kata-kata;”Perasaan saya tidak enak, tetapi tidak
tahu apa sebabnya”. Untuk periode pubertas dilukiskan sebagai berikut;”Saya
ingin sesuatu, tetapi tidak tahu ingin apa?”. Adapun dalam periode adolesen, ia
mengemukakan dengan kata-kata;”Saya hidup dan saya tahu untuk apa?”.
Charlotte Buchler menggambarkan
bahwa diusia dewasa orang sudah memiliki tanggung jawab serta sudah menyadari
makna hidup. Dengan perkataan lain, orang dewasa sudah memahami nilai-nilai
yang dipilihnya dan berusaha untuk mempertahankan nilai-nilai yang dipilihnya.
Orang dewasa sudah memiliki identitas yang jelas dan kepribadian yang mantap.
Menurut H. Cart Watherington, diperiode
adolesen ini pemilihan terhadap kehidupan mendapat perhatian yang tegas.
Sekarang mereka mulai berpikir tentang tanggungjawab social moral, ekonomis dan
keagamaan. Diusia dewasa biasanya seseorang sudah memiliki sifat kepribadian
yang stabil.
Pokok pemilihan nilai-nilai tersebut
telah didasarkan atas pertimbangan pemikiran yang matang. Berdasarkan hal ini,
maka sikap keberagamaan seorang diusia dewasa sulit untuk diubah. Jikapun
terjadi perubahan mungkin prose itu terjadi setelah didasarkan atas pertimbangan
yang matang. Sebaliknya jika seorang dewasa memilih nilai yang bersumber dari
nilai-nilai nonagama, itupun akan dipertahankannya sebagai pandangan hidupnya.
Kemungkinan ini member peluang bagi munculnya kecenderungan sikap yang anti
agama, apabila menurut pertimbangan akan sehat (common sense) nya terdapat
kelemahan-kelemahan tertentu dalam ajaran agama yang dipahaminya. Bahkan tidak
jarang sikap anti agama seperti itu diperlihatkannya dalam bentuk sikap
menindak hingga ketindakan memusuhi agama yang dimulainya mengikat dan bersifat
dogmatis. Kenyataan seperti itu terlihat dari peristiwa sejarah gerakan yang
dilancarakan Partai Komunis Indonesia (PKI) dimasa kejayaannya.
Beragama bagi orang dewasa sudah
merupakan sikap hidup dan bukan sekedar ikut-ikutan. Sejalan dengan tingkat
perkembangan usianya, maka sikap keberagamaan pada orang dewasa antara lain
memiliki cirri-ciri sebagai berikut:
1.
Menerima
kebenaran agama berdasarkan pertimbangan penilaian yang matang bukan sekedar
ikut-ikutan.
2.
Cenderung
bersifat realis, sehingga norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam
sikap dan tingkah laku.
3.
Bersikap
positif terhadap ajaran dan norma-norma agama dan berusaha untuk mempelajari
dan memperdalam pemahaman keagamaan.
4.
Tingkat
ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab diri hingga
sikap keberagamaan merupakan realisasi dari sikap hidup.
5.
Bersikap
lebih terbuka dan wawasan yang lebih luas.
6.
Bersikap
lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan beragama selain
didasarkan atas pertimbangan pikiran juga didasarkan atas pertimbangan hati
nurani.
7.
Sikap
keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian masing-masing,
sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami serta
melaksanakan ajaran agama yang diyakininya.
8.
Terlihat
adanya hubungan antara sikap keberagamaan dengan kehidupan social, sehingga
perhatian terhadap kepentingan organisasi social keagamaan sudah berkembang.
0 komentar :
Posting Komentar